Aku mencintaimu dengan kedua mata tertutup,
Kedua telinga tuli,
Kaki yang lumpuh, dan mulut dilakban
Aku mencintaimu dengan pelukan kedua tanganku yang jauh.
Dengan jari-jari yang menari di atas buku.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu dengan kedua mata tertutup,
Kedua telinga tuli,
Kaki yang lumpuh, dan mulut dilakban
Aku mencintaimu dengan pelukan kedua tanganku yang jauh.
Dengan jari-jari yang menari di atas buku.
Aku mencintaimu.
Di depan teras rumah yang semakin hari terlihat semakin
reot, Pak Karim berdiri seorang diri sambil menggaruk-garuk kepalanya
kebingungan. Bagaimana tidak, satu tahun ini Pak Karim disiplin menuruti
peraturan pemerintah untuk tidak keluar rumah. Hanya sesekali keluar untuk
membeli beras dan kebutuhan isi perut yang lain. Itupun tidak lama, lalu kembali
masuk dan mengunci pintu rapat-rapat.
Hidup seorang diri tidak membuat
Pak Karim kerepotan mengurusi banyak hal. Asal perut terisi, badan bersih,
rajin ibadah setiap hari, sudah cukup. Anak-anaknya tidak pernah lupa mengirim
uang untuk bapaknya itu. Merdekalah hidup pak karim. Tapi, satu tahun ini
kehidupan Pak Karim yang merdeka itu menjadi kesepian, meskipun kiriman
anak-anaknya tidak pernah membuat Pak Karim kelaparan. Tidak ada keramaian,
tidak ada shalat berjamaah, hanya ditemukan beberapa gelintir orang yang
jual-beli di pasar sebelah rumahnya. Semua orang takut mati. Begitupun pak
karim dan anak-anaknya. Itu sebabnya, 2 orang anak perempuan dan cucu-cucunya
tidak pulang.
Belakangan ini virus menyebar
dimana-mana, bahkan di seluruh belahan dunia. Pemerintah mengambil kebijakan
untuk social distancing, dan tetap
menjaga kebersihan juga kesehatan. Pak Karim selalu taat peraturan.
Anak-anaknya selalu mewanti-wanti Pak
Karim untuk tidak keluar rumah. Mereka sangat mengkhawatirkan bapaknya. Usianya
yang sudah lanjut, rentan sekali terrtular.
“Mbaaaaaaaahhh, mboten paleng medal, nanti di mam buto1”.
Teriak cucunya di layar gawainya. Pak Karim tertawa melihat tingkah cucu
laki-lakinya yang masih berumur 2 tahun. Ibunya yang duduk di sebelahnya juga
ikut tertawa. “Pripun Pak, Yotronipun
sampun dipendhet2?” Tanya putri bungsunya. “uwis nduk, tadi Bapak minta tolong Karsono”. Karsono anak tetangga sebelah yang dari
kecil selalu menjadi orang kepercayaan bapaknya itu memang selalu tulus
membantu. Sampai sekarang Karsono belum menikah. Dulu sempat menyukai putri
bungsu Pak Karim, tapi karena weton3
nya tidak cocok, maka mereka tidak jadi menikah. Memang di Desa
tempat Pak Karim tinggal masih percaya dengan mitos-mitos jawa itu untuk
penentuan jodoh. Akhirnya putri
bungsunya di pinang oleh pemuda dari Kota Seberang.
Keadaan di Desa Pak Karim semakin
hari semakin sepi, semakin tidak ada orang yang berlalu lalang. Sesekali Pak
Karim mengintip dari dalam jendela rumahnya. Hanya ada Karsono yang terlihat
selalu leyeh-leyeh depan teras rumah yang berdempetan dengan rumah Pak Karim.
Berbulan-bulan ia tidak bekerja. Terkadang Pak Karim memberikan sedikit uang
kiriman dari anaknya untuk Karsono.
Waktu terus berjalan, tapi
pandemi virus ini tidak malah berkurang tapi malah semakin meningkat pesat. Pak
Karim semakin takut keluar rumah. apalagi sekarang di Desanya sudah ada yang
terjangkit. Pak Karim semakin waspada. Belakangan ini anak-anaknya tidak pernah
lagi menelpon, tapi tanggal pengiriman uang selalu tepat waktu. Pak Karim pun
tidak pernah menelpon duluan, karena takut mengganggu. Seperti biasa Pak Karim
selalu meminta tolong Karsono untuk membantunya mengambil uang kiriman anaknya
di Bank.
Ada banyak hal yang dipikirkan
Pak Karim akhir-akhir ini. Anaknya yang sudah tidak pernah menelpon, dan
keadaan desa yang semakin hari terasa semakin aneh. Hanya Karsono yang tidak.
Dia masih tetap saja tidur-tiduran di teras, kadang dari siang sampai sore ia
masih bertahan mengorok. Keanehan di
Desa ini semakin terasa ketika banyak hewan-hewan aneh yang muncul belakangan
ini. Kemarin dari dalam jendela rumah Pak Karim, ia melihat hewan seperti
bunglon tapi tidak berekor, di pekarangan depan rumahnya. Mungkin dia usai melindungi diri dari musuh, eh tapi saya rasa bunglon
tidak autotomi, pikir Pak Karim mengingat pelajaran IPA bab adaptasi, yang
selalu dihafal putri-putrinya dulu. Pak Karim tidak berani mengecek keluar, dia
hanya melihat dari balik jendela.
Laron-laron muncul tiap malam
menghampiri cahaya lampu depan pagar Pak Karim, tidak sedikit pula yang sudah
jatuh di tanah. Jalan-jalan dipenuhi laron ketika malam hari. Di hari
berikutnya, misteri Desa Pak Karim kembali nyata terlihat. Tiba-tiba muncul
gerombolan keledai tanpa penggembala, santai berkeliaran. Dari balik jendela,
Pak Karim semakin bingung apa yang terjadi. “Kemana
semua penduduk desa ini? apa mereka tidak penasaran dengan apa yang terjadi?”
Gerutu Pak Karim. Ia berusaha berpikir
positif bahwa semua penduduk desa masih bertahan dengan peraturan pemerintah
untuk tidak keluar rumah, karena virus menular yang sudah mengambil jutaan
nyawa manusia.
Semakin hari, hewan-hewan aneh
terlihat semakin banyak berkeliaran. Anjing, keledai, bunglon buntung, laron, bergerombol dengan
sekawanannya. Pak Karim tidak tahan, dia memutuskan untuk mengecek keluar
rumah, dan berjalan menelusuri seluruh kampung. Pak Karim dikagetkan oleh
pemandangan di luar . Hewan-hewan tersebut keluar dari setiap rumah-rumah
penduduk. Segerombolan keledai yang dilihat Pak Karim kemarin berasal dari
rumah besar milik Pak Nyono, tetangga Pak Karim yang kaya raya. Tidak ada
manusia satupun yang keluar dari rumah, semua berubah menjadi binatang. Kampungnya
mendadak seperti kebun binatang. Pak Karim merasa hanya dia yang manusia di
Desanya. Mungkin selanjutnya akan tiba
giliran Pak Karim.
****
1 Kakek,
tidak boleh keluar, nanti dimakan raksasa.
2 Bagaiman Pak, uangnya sudah diambil?
3 Hari kelahiran manusia menurut
penanggalan jawa.